Selasa, 06 Januari 2009

Tafsir al-Qur'an Ahmadiyyah

Paling tidak ada dua tujuan ketika mengkaji tema ini: pertama untuk membuktikan bahwa Ahmadiyah sesat, dan kedua untuk mengkaji argumentasi Ahmadiyah dan mengapa. Kesimpulan dan tujuan yang saya baca dari tesis dan jawaban ujian kompre mahasiswa ulumul Qur'an adalah untuk menyatakan bahwa Ahmadiyah sesat. Di dalam rancangan awal tesisnya ia menulis tentang al-dakhil, sesuatu yang masuk dari luar, untuk membedakan dengan al-ashil, sesuatu yang asli/murni, dalam penafsiran. Dan sudah bisa ditebak bahwa tafsiran Ahmadiyah adalah termasuk al-dakhil.
Kata-kata yang digunakan juga sudah merepresentasikan penilaian atau penghukuman ini, seperti ketika mengatakan bahwa penafsiran Ahmadiyah terhadap suatu ayat sebagai "menyimpang", sedangkan "seharusnya penafsirannya adalah ....".
Pertanyaannya, bagaimana dan apa kriterianya untuk menyatakan ini menyimpang dan yang ini yang seharusnya? kriterianya siapa?
Ini juga permasalahan saya dengan beberapa literatur yang menulis misalnya tentang al-Ittijahat al-Munharifah fi al-Tafsir Pendekatan yang Sesat dalam Penafsiran. Muhammad Husain al-Dzahabi misalnya menyebutkan bahwa tafsir sufi, syi'ah dan mu'tazilah termasuk dalam tafsir yang sesat. Tapi adakah tafsir asy'ariyah yang sesat? Kenapa tidak? Karena al-Dzahabi adalah representasi dari Asy'ariyyah, maka dia menghukumi tafsir-tafsir yang lain dengan kriteria Asy'ari. Apakah menurut kelompok Syi'ah, tafsir Syiah sesat? Tentu tidak, bahkan tafsir Sunni yang sesat menurut mereka, karena tidak sesuai dengan standar dan kriteria Syi'ah.
Banyak sarjana Muslim yang sudah menganjurkan untuk membedakan antara agama dan pemikiran agama, antara al-Qur'an dengan tafsir al-Qur'an. Yang satu absolut dan yang lain relatif karena hasil pemikiran dan ijtihad manusia. Ketika kita mengatakan bahwa penafsiran ini yang paling benar dan yang lain sesat, who are we?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar